‘Indonesia Gelap’: Gelombang Protes Mahasiswa Terbesar di Era Prabowo-Gibran
Daftar Pustaka
Pada awal Mei 2025, Indonesia diguncang oleh gelombang demonstrasi mahasiswa yang meluas di berbagai kota besar. Aksi yang dikenal dengan nama “Indonesia Gelap” ini menjadi sorotan nasional dan internasional karena skalanya yang masif serta pesan kritis terhadap kebijakan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Latar Belakang Aksi
Protes “Indonesia Gelap” dipicu oleh kebijakan pemerintah yang dianggap kontroversial, terutama Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang memotong anggaran sejumlah sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan. Pemotongan ini dilakukan untuk mendanai program “Makan Bergizi Gratis” (MBG), yang meskipun bertujuan mulia, dinilai mengorbankan sektor-sektor vital lainnya.
Selain itu, kebijakan lain seperti pelarangan penjualan gas elpiji 3 kg secara eceran dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% turut menambah ketidakpuasan publik. Mahasiswa melihat kebijakan-kebijakan ini sebagai bentuk ketidakadilan sosial dan ekonomi yang memperburuk kondisi masyarakat bawah.
Skala dan Persebaran Aksi
Demonstrasi “Indonesia Gelap” dimotori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan melibatkan ribuan mahasiswa dari berbagai universitas. Aksi ini tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga menyebar ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang, dan Solo.
Di Jakarta, pusat aksi berlokasi di kawasan Patung Kuda, di mana ribuan mahasiswa berkumpul dengan membawa poster-poster kritis dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Selain itu di Yogyakarta, mahasiswa melakukan aksi teatrikal dan membakar ban sebagai simbol perlawanan. Di Semarang, massa aksi bahkan memberikan nilai minus 100 kepada pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai bentuk kritik tajam.
Tuntutan Mahasiswa
Dalam aksi ini, mahasiswa mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, antara lain:
Mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan menghentikan pemotongan anggaran sektor pendidikan dan kesehatan.
Membatalkan kebijakan pelarangan penjualan gas elpiji 3 kg secara eceran.
Menurunkan tarif PPN yang telah dinaikkan menjadi 12%.
Menghentikan program-program populis yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat.
Menjamin kebebasan akademik dan tidak mengintervensi kampus dalam hal politik.
Tuntutan-tuntutan ini mencerminkan keprihatinan mahasiswa terhadap arah kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat dan mengabaikan aspirasi publik.
Respons Pemerintah dan Publik
Pemerintah merespons aksi ini dengan mengerahkan aparat keamanan untuk menjaga ketertiban selama demonstrasi berlangsung. Namun, di beberapa lokasi terjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat, yang menyebabkan beberapa orang terluka.
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, bahkan turun langsung ke lapangan dan menyanyikan lagu “Darah Juang” bersama mahasiswa sebagai bentuk solidaritas. Namun, langkah ini dianggap sebagian pihak sebagai upaya meredam aksi tanpa menyentuh substansi tuntutan.
Di media sosial, tagar #IndonesiaGelap menjadi trending topic dengan jutaan cuitan yang mendukung aksi mahasiswa. Publik figur seperti musisi Iwan Fals juga turut mengomentari aksi ini, menyatakan bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian dari demokrasi yang sehat.
Dampak dan Implikasi
Aksi “Indonesia Gelap” menunjukkan bahwa mahasiswa masih menjadi kekuatan moral dan sosial yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. Demonstrasi ini juga menandakan adanya ketidakpuasan yang mendalam di kalangan generasi muda terhadap arah pembangunan nasional.
Jika pemerintah tidak merespons tuntutan ini dengan serius, dikhawatirkan akan muncul gelombang protes yang lebih besar di masa mendatang. Selain itu, ketidakpuasan ini dapat mempengaruhi stabilitas politik dan sosial di Indonesia.
Kesimpulan
Aksi “Indonesia Gelap” merupakan cerminan dari keresahan mahasiswa dan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Demonstrasi ini menjadi pengingat bahwa partisipasi publik dalam mengawal kebijakan negara adalah esensi dari demokrasi. Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang konstruktif dan merespons aspirasi masyarakat dengan bijak untuk menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.